Pages

Popular posts

Powered by Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Unknown On Saturday, 12 January 2013


Urbanisasi dan Budaya
Sudah menjadi hal yang rutin pasca hari raya Idul Fitri, terjadi arus perpindahan penduduk dalam skala besar. Urbanisasi, berbondong-bondong meninggalkan daerah menuju ibu kota dengan berbagai tujuan. Stasiun kereta, terminal, bahkan bandara penuh sesak oleh wajah-wajah kaum urban. Sudah kebiasaan, bahwa mereka yang telah sukses di ibu kota, akan mengajak keluarga atau rekannya untuk mencari pekerjaan di ibu kota.
            Berdasarkan data Disdukcapil DKI Jakarta, saat ini terdapat 8.520.011. jiwa mendiami ibu kota. Tentu jumlah yang sangat besar apabila dibandingkan dengan luas wilayahnya sendiri. Prediksi para ahli memperkirakan bahwa penduduk DKI Jakarta akan terus meningkat tiap tahunnya. Ini berarti, sebaran penduduk Indonesia akan terkonsentrasi di pulau Jawa.
            Sebenarnya, keadaan demikian dapat ditekan dengan melakukan pemerataan pembangunan. Mengingat mayoritas para kaum urban beralasan bahwa mencari kerja di kota besar jauh lebih mudah, walaupun keadaan sebenarnya jauh dari perkiraan. Jelas bahwa alasan utama urbanisasi adalah kurangnya pekerjaan di daerah.

5 Strategi Utama      
            Tersedianya lapangan pekerjaan membutuhkan syarat yang kompleks. Daerah harus mampu menarik para investor untuk membiayai pembangunan di daerahnya. Tentunya dengan melengkapi infrstruktur yang mendukung untuk pengembangan potensi daerah. Misalnya, adanya sarana transportasi yang baik seperti jalan dan pelabuhan. Investor akan melirik daerah dengan kelayakan sarana angkut yang tinggi. Ini berkaitan dengan kelancaran produksi, makin cepat barang terkirim, makin kecil cost yang harus dikeluarkan.
Strategi pertama dalam mengatasi urbanisasi secara masif adalah pengelolaan dan pengembangan infrastruktur dengan merata. Adanya pemerataan pembangunan ototmatis akan meningkatkan daya saing daerah. Pembangunan yang baik adalah tepat sasaran dan mengacu pada prioritas yang terencana sehingga daerah memiliki nilai lebih yang bisa dijadikan sebagai modal untuk mencari investasi.
            Saat ini, pertumbuhan jalan dan rel di Indonesia tidak sebanding dengan pertumbuhan alat transportasinya. Masih banyak jalan dengan kelas tertentu ternyata tidak sesuai standar dan luasnya. Artinya, volume kendaraan tidak sebanding dengan luas jalan. Belum pula faktor pemeliharaan jalan yang sangat kurang perhatian oleh otoritas daerah.
            Indonesia sebagai wiyalah maritim juga belum mengembangkan kepelabuhanan dengan maksimal. Contoh paling parah adalah pengaturan lalu lintas laut di Pelabuhan Merak, Provinsi Banten. Pemerintah lalai dalam mengembangkan infrastruktur secara kontinu dan tepat sasaran, artinya memperhatikan prioritas dan penyebaran ke seluruh Indonesia.
            Dalam usaha menarik investasi sebanyak-banyaknya, maka diperlukan branding atau pemberian merek di tiap daerah. Tentu saja tiap wilayah memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Potensi sumber daya alam memiliki variasi yang beragam. Bahkan ada beberapa daerah yang sudah terkenal dalam komoditas tertentu. Apabila disebutkan barang “A”, orang akan mengenali bahwa A berasal dari daerah C.
            Pemberian branding bisa dengan cara yang beragam. Di daerah Solo misalnya, Walikota Solo memberikan branding kota Solo dengan slogan “Solo, The Spirit of Java”. Dengan strategi marketing tersebut, Solo memfokuskan pada pembangunan pariwisata, penataan kota, dan menjual komositas unggulan, yakni macam-macam barang berbahan Batik. Bahkan, setiap tahun, Solo menyelenggarakan festival yang kini telah dikenal masyarakat luas, Solo Batik Carnival (SBC). Acara tersebut mampu berperan sebagai magnit dalam pariwisata dan perdagangan. Biasanya, ketika acara tersebut digelar tak hanya turis lokal yang menyaksikan, tetapi turis mancanegara tak kalah antusias dalam berpartisipasi. Saat ini, Solo bahkan sudah mempunyai target jangka panjang dalam pengembangan wilayahnya.
            Langkah atau strategi marketing seperti Pemkot Solo ini patut dicontoh daerah lain. Apabila mereka ingin mengembangkan wilayahnya, amaka mereka harus aktif dalam memasarkan apa yang mereka punya. Sekaligus mereka harus punya master plan yang matang dan strategi marketing yang tepat sesuai potensi daerahnya masing-masing. Eksplorasi secara maksimal tiap kekayaan yang dimiliki.
            Strategi ketiga dan yang paling penting adalah pembangunan bidang sumber daya manusia. Ibarat sebuah mesin, sumber daya manusia adalah penggerak atau motor dari berbagai aktifitas. Permasalahan yang dihadapi saat ini yakni masih rendahnya tingkat pendidikan dan tidak dibekali dengan ketrampilan bekerja yang layak. Problem ini yang paling sulit diatasi ketika kaum urban datang menyerbu ibu kota. Mayoritas mereka adalah tenaga kerja tak terdidik dan tak terampil dalam pekerjaan.
            Penduduk usia produktif  harus dibekali dengan keterampilan kerja lewat kursus-kursus dengan spesialisasinya. Kita harus menciptakan tenaga kerja yang spesifik keahliannya agar terfokus dan terarah pada produksi yang maksimal. Pencetakan tenaga ahli adalah aspek yang kerap dilupakan pemerintah. Tak heran, para tenaga ahli banyak pergi ke luar negeri karena penghargaan dan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia tidak menjadi prioritas.
            Tingkat pendidikan dan keterampilan pasti akan berimbas pada upah yang diterima. Semakin tinggi pendidikan dan skill yang dimiliki, otomatis upah yang diterima akan semakin besar.
            Selanjutnya, perlu pembenahan pada sistem birokrasi di Indonesia. Secara umum, sistem kita masih banyak tumpang tindih dan tidak terkelola. Banyak investor berpendapat bahwa Birokrasi di Indonesia membingungkan dan berbelit-belit. Sistem kita mengundang terjadinya praktek KKN yang telah menjadi kebiasaan. Contoh paling gamblang adalah kasus Gayus Tambunan atau ketika kita membuat KTP atau SIM  ada biaya tambahan untuk mempercepat prosesnya. Layaknya mengurus SIM, ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan investor untuk mempercepat investasi mereka. Inilah penyebab mengapa investor malas untuk menanamkan modal.
            Kebiasaan buruk birokrat harus mulai ditata dengan melakukan pengawasan ketat. Hendaknya budaya malu diterapkan dalam kehidupan pemerintahan untuk menyehatkan kembali birokrasi kita. Sekaligus membangun trust yang baik dengan investor sehingga citra iklim investasi di Indonesia menjadi baik kembali.
            Dari uraian di atas, dapat disimpulkan tentang 5 Strategi Penanggulangan Urbanisasi Pasca Hari Raya.
  1.  Strategi pertama dalam mengatasi urbanisasi secara masif adalah pengelolaan dan pengembangan infrastruktur dengan merata.
  2. Dalam usaha menarik investasi sebanyak-banyaknya, maka diperlukan branding atau pemberian merek di tiap daerah.
  3. Strategi ketiga dan yang paling penting adalah pembangunan bidang sumber daya manusia.
  4. Selanjutnya, perlu pembenahan pada sistem birokrasi di Indonesia
  5. Kebiasaan buruk birokrat harus mulai ditata dengan melakukan pengawasan ketat.
Lima strategi di atas bertujuan untuk mengundang para investor. Penanggulangan urbanisasi secara efektif adalah dengan pembangunan segala bidang daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan yang terlalu jauh antara ibu kota dan daerah. Lapangan pekerjaan tersedia apabila iklim investasi mendukung penanaman modal. Maka kita perlu strategi untuk menjalin kerja sama yang erat antara investor dan daerah. Kita sediakan infrastrukur yang layak, strategi marketing yang matang, sumber daya manusia yang unggul serta birokrasi yang berkualitas. Maka pembangunan akan tersebar ke seluruh Indonesia sehingga masyarakat tidak perlu berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan karena di daerahnya sendiri telah tersedia pekerjaan yang lebih layak.   


Oleh:
Goji Pamungkas
Mahasiswa Teknik Sipil
Universitas Diponegoro, Semarang


[1] Data DISDUKCAPIL DKI Jakarta per Bulan Juli 2011

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments